Saturday 10 May 2014

0

PURPLE DIARY: ONESHOOT

PURPLE DIARY: ONESHOOT
Title: Purple Diary (Oneshoot)
Author: Stella Duce Jingga
Released Date: 27 December 2011
Genre: Romance, Dream, Drama




Happy reading!
*****

         Dengan langkah berat, gadis itu membawa beberapa map dan sebuah gitar ditangannya. Perlahan dia mulai terduduk lemas dengan punggung disandarkan ke sebuah pohon besar. Pohon ini begitu rindang, dengan sebuah sungai kecil. Caselline Mag biasa menenangkan diri disini.

Perlahan bahunya bergetar dan buliran bening menetes dari pelupuk matanya.
“Astaga!” Pekiknya keras melihat seorang lelaki mengenakan kursi roda duduk tenang disampingnya. Dia sangat tampan dengan rambut emas dan mata hazel berkilauan. Perlahan Casell mulai berdiri dan berencana pergi. Tiba – tiba tangannya ditahan oleh lelaki itu.
“ Hei, bukankah kau Justin   Penulis lagu dan penyanyi. Kau pasti juga ikut menyelenggarakan kontes bodoh itu kan ?” Nada bicara Casell berubah lirih. Justin hanya tersenyum simpul dan matanya menerawang ke ujung sungai.
“Jadi itu yang membuatmu menangis,” Kata Justin menatap sendu mata Casell yang sembab.
“ Tidak. Percuma saja, kurasa cita – citaku takkan pernah terwujud.”
Casell memanyunkan bibirnya. Justin terkekeh pelan.

“ Justiin 

Terdengar jelas teriakan seorang wanita dari kejauhan. Casell masih melamun bersama Justin disini. Sementara Justin masih menggoreskan penanya ke secarik kertas yang dibawanya tadi.
“ Aku tak seberuntung dirimu.” Ucapnya lirih sambil menggerakkan roda kursinya dan menuju arah suara yang mencarinya.

*****
           Sepertinya hari sudah sore, langit sudah menggelap dan matahari agak bersembunyi. Hari berubah mendung tak secerah tadi pagi. Sementara Casell masih enggan untuk makan malam dan menutup kepalanya dengan bantal.
“ Casell – kau tidak mendengarkan Mom ?”
Ibunya membuka pintu kamarnya dan meninggalkan sepucuk surat didekat bantalnya. Perlahan dia membaca surat itu dengan mata yang masih berkunang – kunang. Kembali dia mengusap matanya lalu meloncat kegirangan. Segera dia bangkit dan bergegas mandi.
“ Mau kemana sayang ?” Tanya Mom sembari mengganti chanel televisi.
“ Lihat, Rumah sakit pribadi. Andaikan kita punya ya ?” Tambah Mom – nya. Casell memakai sepatu ungunya sambil meliat berita Rumah Sakit Bieber itu. Segera dia mengambil payung dan berlari keluar tanpa berpamitan pada Mom – nya.

*****
          Dia berdiri dibawah pohon tempat bertemunya dengan Justin seminggu yang lalu. Tak kelihat tanda kedatangan Justin disana. Hanya rintik hujan yang meramaikan taman itu. Perlahan dia duduk di rerumputan yang basah. Matanya tertuju pada sebuah surat yang berwarna ungu seperti surat yang tadi berada dikamarnya.


Casell. Kau terlihat sangat cantik dengan baju, topi, sepatu bahkan syal ungu itu. Maaf. Aku mengundangmu ketaman ini, sementara aku sendiri tidak bisa datang. Kau tahu, seperti yang kukatakan kemarin. Aku tak seberuntung dirimu. Datanglah ke Island Def. Lanjutkan cita – citamu.

Justin


Casell masih terpaku dengan tangan yang menggenggam surat itu. Dia kecewa pada Justin. Bukankah di surat sebelumnya dia meminta bertemu ditaman ini ? Mengapa dia tak datang ?
Tak henti – hentinya dijalan dia mengumpat kesal pada dirinya sendiri. Seseorang menarik tangannya.
“ Lepaskan !” Bentaknya keras sambil menatap orang asing itu.
“ Kau Caseline ?” Tanyanya sambil menahan tangan Casell yang minta dilepas.
Casell hanya diam dan semakin berusaha melepaskan diri. Menyebalkan sekali.
“ Kurasa iya. Ayo ikut aku ke mobil.”
Lelaki berambut hitam dengan mata coklat itu menarik tangan Casell dengan paksa ke mobilnya yang sudah terparkir sejak tadi.
“ Kau ini siapa ?” Tanyanya. Lelaki itu lalu menunjukkan tanda pengenal yang ada di dadanya.
“ Greyson.” Eja Casell sambil menatap lelaki itu tajam.
“ Sadarlah kau sudah sampai di Island Def ! Justin memintaku mengajakmu menjenguknya. Itu permintaan terakhirnya.” Ucap Greyson. Permintaan terakhir ? – Batin Casell.
“ Apa maksudmu ?” Greyson segera memacu mobilnya. Casell hanya menuruti kata Greyson itu. Mobil Greyson berhenti di sebuah Rumah Sakit  Grand Bieber Care ― Milik keluarga Bieber yang sedang dibincangkan Mom – nya tadi. Tentunya milik Justin juga. Dia semakin kebingungan ketika Greyson malah meninggalkannya pergi. Dia mulai menyusuri koridor rumah sakit yang serba ungu itu.
Seperti dia sudah hafal lorong – lorongnya. Dia berjalan terus tanpa bantuan suster. Hampir 10 menit dia berjalan hingga langkahnya terhenti melihat kursi yang tersedia di depan ruang ICU. Terlihat juga seorang wanita paruh baya menangis haru sendirian disana. Casell duduk disampingnya, kakinya terlalu capai berjalan lama. Wanita itu terkesiap dan menghapus airmatanya.
“ Casell ?” Ucapnya datar. Casell hanya mengangguk.
“ Darimana ibu tahu ?” Tanya Casell. “ Justin berkata dalam buku hariannya, akan datang seorang bidadari mengenakan baju, topi dan syal ungu untuk menjenguknya yang terakhir kali—“ Ibu itu menatap Casell dengan mata hazelnya, sama seperti mata yang dimiliki Justin. Casell semakin kebingungan. Ibu itu menariknya keruang ICU.

*****
“ Astaga !”
          Mata Casell terbelalak menatap seorang lelaki yang tidak lain adalah Justin. Perlahan airmatanya berjatuhan membasahi Baju Hama serba putih yang dikenakannya. Dia menatap Ibu tadi yang terisak di pintu tanpa menatap Casell yang kebingungan. Dia seakan tidak percaya lelaki itu Justin. Langkahnya terhenti. Banyak sekali alat rumah sakit yang tersambung dengan tubuh Justin. Terlihat jelas tubuhnya berubah sangat kurus dan rambut blonde – nya sudah terpangkas rapi. Kepalanya kini halus tanpa sehelai rambut yang tumbuh. Pemandangan yang mengerikan. Perlahan Casell duduk disamping Justin. Dia mulai menangis. Semuanya terasa sunyi. Hanya suara alat pembaca detak jantung yang berbunyi sedari tadi. Justin menggerakkan jemarinya pelan dan meraih tangan Casell.
“ Hai.” Sapanya mencoba tersenyum pada Casell. Mata Casell semakin berkaca – kaca.
“ Hai. Apa kabar Just ?” Ucap Casell bergetar menahan tangisnya.
“ Jangan terkejut. Sudah kubilang. Aku tak seberuntung dirimu.” Kata Justin lirih sembari mencoba menoleh. Tubuhnya masih terbaring lemah.
“ Tapi kau punya segalanya yang bisa kau beli.” Kata Casell sambil menggenggam erat tangan Justin.
“ Uang tidak dapat memperpanjang usiaku.” Ucap Justin pelan, seperti orang berbisik.
“ Sekarang waktunya. Lanjutkan cita – citamu.” Ibu itu  Mom Pattie ― mendekati mereka. Dia memberikan sebuah diary ungu bersampulkan foto Justin kepada Casell. Casell menerimanya dengan penuh tanda tanya.

*****
Casell membuka lembar pertama buku harian itu. Tulisannya rapi dan sangat bagus. Astaga ! Ternyata Justin pengidap kanker otak sejak lahir. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, karena Mom Pattie terlambat mengetahui nya. Penyakit Justin diketahui dua minggu sebelumnya setelah Justin berjalan dengan Kursi Roda. Saat itu pula Justin putus sekolah. Casell merasa tidak sanggup membacanya lebih jauh.
       Airmatanya berjatuhan kembali. Lembar kedua, Menceritakan pertemuannya dengan Casell. Dilembar selanjutnya. Tertulis besar dengan tulisan tangan yang mulai tak beraturan, To : Caselline.
Setelahnya tak ada apa – apa dilembar ketiga. Baru dilembar ke – empat banyak sekali naskah lirik lagu dan chord gitar salah satunya lagu ‘Favorite Girl’ yang ditulis berbeda sendiri dengan tinta ungu. Casell membaca setiap detilnya, terdapat Footnote kecil dibawahnya ‘For My Spirit – Casell’ Astaga.
“ Casell gadis payah yang selalu gagal dalam kompetisi bermusik, nyatanya adalah Gadis Istimewa yang menyemangati Justin.” Ucap seseorang  Greyson  dengan senyuman ejekan sambil menyodorkan selembar kertas.
“ Apa ini ?” Tanya Casell sambil terus membuka lembar – demi lembar buku harian itu.
“ Kau lupa. Hari ini kau kan dikontrak seumur hidup untuk Island Def ? Sudah jangan belagak bodoh. Cepat tanda – tangani. Lagi pula dua hari lagi kita akan Tour.” Bentak Greyson.
Dengan bersungut – sungut Casell mulai menandatangani surat itu.
“ Astaga !” Umpatnya. Seperti Justin sedang tersenyum didepannya membawa sebuah gitar. Seakan berkata ‘Terimakasih’ dengan raut wajah yang bahagia.
“ Ada apa ?” Tanya Greyson sambil mengibaskan tangannya ke muka Casell yang seperti orang melamun.
“ Nothing. Kurasa nanti sore aku ingin menjenguk pemakaman Justin. Kau tahu ? Tanpanya aku bukan – lah siapa – siapa Grey. Aku ingin berterimakasih padanya.”
“ Baiklah..” Ucap Greyson lalu ngeloyor pergi membawa secarik kertas itu.

Casell melambaikan tangan pada bayangan Justin itu. Hei, dia membalasnya dengan senyuman manisnya. Sekelebatan bayangan putih masih berada diatas panggung. Menyaksikan Caselline Mag. Gadis yang berhasil melanjutkan cita – citanya dengan Diary Justin.



This just was my old fiction, repost as usual. How about ur think about? So you could credit me on twitter @stelldc xx thanks for reading.

0 comments: