Saturday 10 May 2014

0

SEORANG ANAK KECIL BERSAMA TUHAN

Posted in , , ,

Cerita Tentang Tuhan dan seorang anak kecil ada bersamanya.



Yesus Sahabatku, ayah yang mengajariku untuk berdoa padamu. Tentang bercerita untuk hari ini yang kau beri, semuanya berkat dan semuanya dengan kasih kau beri untukku. Terimakasih Yesus, sahabatku aku mengasihi keluargaku.

                Disini Andoy. Anak itu masih dengan tekun berjalan sementara sepatunya terjinjing sedikit berjingkat, melewati kubangan bersamanya di jalanan kumuh penuh lubang berair. Senyumnya tak pernah lekang dalam harinya sementara sepanjang jalan dia terus menyanyikan madah pujian bagi Tuhan. Jalanan kesekolahnya memang jauh; tidak mulus serta kerap kali Andoy terlambat. Namun guru-gurunya telah memakluminya karena anak itu harus menempuh waktu 2 jam dari rumah menuju sekolah dengan berjalan kaki. Itupun kalau pekerjaan membantu ibunya berjualan di pasar telah usai. Namun bagaimanapun Andoy tetap berusaha untuk tepat waktu apalagi setiap pagi menunggu jalan itu bisa diseberangi. Ya, satu-satunya jalan menuju sekolahnya di separuh perjalanan. Andoy harus menunggu lama untuk menyeberang karena anak usia satu windu ini tak begitu berani untuk melalui kendaraan yang selalu ingin didahulukan itu; setiap anak ini menyempatkan diri bertemu sahabatnya di gereja di ujung jalan.
Hari itu Andoy berjalan dengan riang seperti biasanya. Hanya saja bajunya basah karena gerimis. Musim hujan telah tiba sejak kemarin sore, sehingga jalan-jalan berlubang itu semakin diperkeruh dengan lumpur yang lebih parah dari hari-hari sebelumnya, dibalik tangannya ada segenggam uang yang barusaja ditariknya dari tasnya yang telah lusuh dengan jahitan asal-asalan. Jahitan tangannya sendiri. Dia memasuki gereja itu sementara jalanan ramai oleh truk truk besar yang berniaga untuk mengeruk batubara di daerahnya.
Seorang pastur di gereja itu berkeliling. Dilihatnya jejak kaki kecil terkotori lumpur ada di pintu masuk hingga di dalam gereja. Dia tertegun melihat seorang anak kecil sedang berdiri disana. Pastur itu diam lantas mengamatinya dibalik kursi jemaat. Andoy yang tidak mengetahuinya begitu bebas seperti biasa memasuki pintu gereja lantas bersimpuh didepan altar. Perlahan mulai membuat tanda salib lantas menutup matanya.

“Selamat pagi Bapa. Maaf hari ini Andoy terlambat kesini.
Engkau tahu, ibu butuh bantuanku untuk membawakan sayuran. Itu semua untuk adik-adikku juga Bapa. Terimakasih memberikanku keluarga yang bahagia.
Tapi Bapa tahu tidak? Tadi sebenarnya ibu memukulku. Kata adikku punggung ini memar.
Andoy tahu ibu melakukannya karena Andoy tidak begitu mendengar, dan mengabaikan perkataannya. Tapi Bapa pekerjaanku telah selesai. Jadi aku bisa buru-buru kemari dan melanjutkan perjalanan ke sekolah.
Oh iya Bapa Andoy lupa. Sebentar lagi Bapa ulangtahun kan? Andoy punya sedikit uang dari Andoy membantu Pak Atam mengangkut batubara, sebenarnya mau Andoy pakai buat membeli sepatu baru. Kalau Andoy minta ibu nanti ibu marah dan adik-adik yang terkena imbasnya. Hehe. Tunggu saja apa hadiah Andoy nanti ya Bapa.
          Andoy lupa mengingatkan ibu untuk pergi ke gereja nanti. Kenapa ya Bapa ibu selalu menolak setiap Andoy mengajaknya ke gereja? Padahal kan sebelum ayah meninggal, ibu bersedia menemani Andoy untuk pergi kesini bersama lagi. Mungkin ibu sibuk ya Bapa? Sama seperti tetangga Andoy lainnya.. tapi aneh Bapa mengapa mereka semua tidak mengenalimu ya? Padahal kan Bapa sahabat untuk semua orang Andoy heran sebenarnya. Hehe. Sudah dulu ya Bapa, Andoy mau berangkat ke sekolah.”


Andoy mengerjapkan matanya lantas melirik pintu gereja yang terbuka begitu lebar tanpa seorangpun selain dirinya yang memasuki rumah sahabatnya ini. Pastur itu menyadari apakah geriknya dirasakan anak itu, segera dia semakin menundukkan kepalanya agar tidak terlihat. Beberapa saat Andoy tersenyum lantas buru-buru memejamkan matanya lagi.

Bapa sepertinya jalanan sudah sepi, jadi sudah dulu ya Bapa besok lagi Andoy mampir kemari. Tunggu hadiah untuk hari ulangtahunmu nanti ya Bapa. Andoy punya kejutan untuk Bapa, Bapa kan satu-satunya sahabat Andoy yang setia. Sahabat ayah juga. Jaga ayah disana juga ya Bapa. Andoy berangkat dulu.”

           Anak itu lantas bangkit dan berjalan keluar, namun dilihatnya seorang lelaki muda sedang berdiri di pintu gereja sambil menatapnya kagum. Andoy menganggapnya biasa lantas menyapanya sebentar. Pastur itu menahan lengan Andoy.
“Kemarilah nak.” ucapnya.
“Saya?” Pastur itu mengangguk.
“Sedang apa kau tadi?” tanya pendeta itu. Andoy tersenyum lebar, katanya; “Andoy sedang mengobrol dengan sahabat Andoy.”
Sahabat?”

           Pastur itu lantas mempersilahkan Andoy duduk disampingnya.
“Tapi disana tidak terjadi hal apapun saat kau mengajaknya berbicara? Dia tidak terlihat, dia hanya diam saja nak.” Andoy menengadah. “Tapi Tuhan Yesus satu-satunya sahabat yang selalu mendengarkan Andoy. Bapa seorang pastur? Mengapa bertanya demikian?”
“Dimana rumahmu? Dan apakah kau membolos sekolah?”
“Rumahku diujung bukit sana Bapa. Tidak, Andoy sedang menunggu jalanan sepi baru Andoy menyeberang untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah. Andoy takut dengan truk-truk besar yang melintas Bapa. Terlalu kecil untuk Andoy terlihat dari kursi supir.”

            Pastur itu tersenyum lantas Andoy mulai membicarakan tentang sahabatnya yang selalu dia banggakan itu. Pastur muda itu hanya mendengarkannya saja, sambil memberi petikan kita suci yang sesuai dengan cerita Andoy. Mereka bercerita banyak, hingga setiap hari mereka berdoa bersama lantas seperti bersahabat nyata antara dua anak Tuhan. Pastur itu sekarang yang setiap hari membantu Andoy menyeberang jalan seusai berdoa pagi bersama.
Suatu pagi yang berbeda; seusai hari minggu Andoy tidak melihat sosok pastur yang biasa menunggunya di depan gereja, di ujung jalan itu. Yang dilihatnya adalah tiga suster tua yang tengah menghias gereja dengan susah payah. Perlahan Andoy kembali tersenyum lantas menyembunyikan suatu bungkusan kecil dibalik seragam sekolahnya. Andoy langsung saja memasuki gereja itu dengan kakinya yang terkena lumpur setelah berjalan jauh dari rumahnya.

Hei! Jadi selama ini kau yang selalu mengotori gereja dengan jejak kakimu?”

           Seorang suster menghampiri Andoy sambil tergopoh-gopoh berjalan. Andoy berhenti lantas mengangguk semangat.
Dasar bodoh. Kau hanya mengotori gereja saja. Mau apa kau sekarang?”
Bukan. Andoy sedang mencari Tuhan Yesus didalam sana. Izinkan Andoy untuk masuk, Andoy hanya ingin memberikan hadiah ulangtahun buat Tuhan Yesus.”

           Dengan polos anak itu memperlihatkan sebuah bungkusan koran dengan pita merah hijau kecil diatasnya. Ketiga suster itu menampisnya hingga terjatuh. Andoy menatap heran ketiganya.
Pergi dan jangan mengganggu kami. Simpan saja untukmu!” usir seorang lain.
Tanpa disadari sebuah truk pengangkut batubara melesat kencang dari ujung jalan dan menghantam tubuh anak itu, bungkusan kecil itu terlempar jauh. Sementara tubuh Andoy yang berlumuran darah itu masih berusaha tergerak memungutnya; namun ada rencana lain. Anak itu meregang nyawanya.


<p>*****</p> <p> </p> <p> </p>             Beberapa saat setelah itu, berita kematian Andoy akhirnya terdengar juga ditelinga si Pastur. Dia mendengar dari salah seorang jemaat yang kebetulan mendengar cerita kalau Pastur Franslah yang menghantar mayat Andoy sampai ke rumah, berjalan kaki melewati jalan yang sama untuk anak itu pergi bersekolah setiap harinya. Pastur itu begitu terkejut lantas bergegas menuju rumah Andoy.
Disana ditemukanlah mayat anak itu masih terbujur sementara seorang wanita menangis diatasnya bersama dua anak kecil lain. Pastur itu berjalan mendekat, dan airmatanya langsung menetes melihat keadaan Andoy yang mengenaskan.. Diusapnya pundak ibu Andoy itu hingga dia menoleh katanya; “Siapa anda?” Jawab pastur itu, “Saya Pastur Frans.”
Ibu itu tercengang sementara mengamati pastur itu dengan seksama.
Benar anda pastur frans? Orang yang tadi jauh sangat berbeda dengan anda.”

Pastur itu tertegun. Teringat tentang ceritanya setiap hari mengenai hadiah untuk Tuhan yang dia siapkan. Tepat hari ini hari natal, hari ulangtahun Sahabat Andoy. Pastur itu sempat tidak percaya, disekanya airmatanya yang mengalir lantas tersenyum pada ibu itu.


Tenang ibu, anak ibu sudah tenang bersama sahabatnya.” Halleluya Tuhan. Amin.
Pastur Frans menatap ibu itu, “Maksud anda?”
“Saya pikir andalah yang tadi menghantarkan anak saya kemari setelah kecelakaan tadi pagi. Namun mengapa sekarang saya menemukan nama yang sama sementara orang yang berada didepan saya adalah Pastur Frans. Orang tadi mengenakan jubah putih namun terkotori darah Andoy. Saya pikir dia adalah pastur, karena Andoy sering bercerita tentang Pastur Frans yang menemaninya berdoa pagi. Saya akan menahannya, namun dia pergi begitu saja setelah menghantarkan Andoy.”
Kata pastur itu kepadanya; “Apa yang dikatakan orang itu pada ibu?”
Ibu itu menjawab. “Dia berkata agar Andoy dimakamkan di dalam gereja, serta dia mengambil sebuah bungkusan kecil dari balik tangan Andoy. Setelah itu dia berbisik pada mayat anak saya, 'Terimakasih Andoy untuk hadiahnya, hari ini kau bersamaku dirumah BapaKu'. Sulit sekali bagi kami mengerti maksud ucapan orang tadi.”
“Tapi suster, Andoy hanya ingin memberikannya langsung pada Tuhan.”
Ketiga suster itu menjatuhkan tubuh Andoy. Sementara tatapan mengusir itu menusuk mata Andoy, anak itu meneteskan airmatanya sambil menatap berbagai pernik, serta gua kelahiran Yesus berada kurang sempurna dihadapannya. Andoy menghapus airmatanya lantas bangkit memungut hadiah untuk sahabatnya itu, kemudian dengan sedih dia berlari ke jalan raya didepan gereja.
Anak itu memperhatikan sekeliling. “Andoy hanya ingin bertemu dengan sahabat Andoy.”
Suster yang lain menimpali katanya, “Pastur Frans sedang jatuh sakit. Dia tidak akan mengadakan misa natal disini. Pergilah. Kami tidak punya waktu untukmu, tidak lihat kalau kami sedang sibuk menghias gereja?”
“Ya, tuhan yesus itu sahabat Andoy satu-satunya Bapa.”


Credit me on twitter @stelldc xx thanks for reading.

0 comments: