I HEAR YOUR HEARTBEATS 17
I HEAR YOUR HEARTBEATS
17
*****
Author Point Of View
Disudut keramaian sebuah jalanan yang mulai dipenuhi manusia itu, pikiran gadis
bermata hazel yang begitu paras cantiknya berjalan membawa beberapa tas kertas
berisi belanjaannya. Dia nampak begitu bahagia meski sebenarnya pikirannya
masih tertuju pada apa yang akan terjadi menuju hari pemeriksaannya nanti. Dia
masih berharap-harap cemas sembari memandangi belanjaannya yang begitu berat
untuk dibawa seorang wanita. Matanya
menatap sekeliling lantas dengan simpul sederhana dia berjalan memasuki sebuah
toko kue dengan nuansa klasik. Wero tersenyum menatap deretan kue-kue lucu
terpampang dengan manisnya. Dia meraih etalase lantas berjongkok melihat
satu-per-satu dari mereka. “Manis
sekali.” gumamnya sambil menimang sebuah chocolate cupcakes dengan taburan aneka topping
berwarna-warni. Wero lantas bangkit berdiri kemudian memanggil waiters cafe sekaligus toko kue itu, lantas
mereka berdua sama-sama berjongkok melihat kue pilihan Wero.
“Yang itu miss!”
Gadis itu terkesiap begitu menoleh melihat
seseorang disampingnya yang juga mengucapkan kalimat yang sama dengannya,
lantas dengan senyuman kikuk mereka berdua tersenyum begitu aneh. Lelaki
disampingnya membantunya berdiri kemudian mereka saling-pandang hingga
masing-masing tertawa renyah. “Kelihatannya
kau begitu bahagia dengan Justin, Wer.” kata lelaki bermata sapphire itu. “Kau juga nampak semakin bersemangat, aku
dengan One Direction akan menjalani beberapa tour dunia. Congratulations
Zayn, im so proud of you.”
Zayn meraih jabatan tangan Wero lantas memampangkan deretan rapi giginya dengan
begitu manis, sementara suara dehaman waiters diantara mereka tiba-tiba
memecah suasana. “Ehm,
maaf miss berikan saja kuenya untuk nona cantik ini.” Zayn
mengedipkan sebelah matanya pada Wero, gadis itu hanya menggeleng kepalanya.
Lelaki ini terlampau baik, meskipun telah banyak tersakiti, gumamnya. Wero
lantas tersenyum mengikuti wajah Zayn yang nampak seperti dulu tidak ada yang
terubahkan. “Terimakasih
Zayn.” ucap gadis itu setelah Zayn mempersilahkannya duduk. Mereka saling
tatap. “Kau
terlihat semakin gemuk Wer. Lihat ini pipimu semakin chubby.” Wero terkekeh sambil menampis-nampis tangan
Zayn yang mencubiti pipinya gemas. Sementara suara tawa mereka nyaring diantara
pengunjung lain yang tak begitu memperhatikan mereka berdua. Wero menyimpan
semuanya, hatinya tersentuh kembali untuk anaknya. Gadis itu menatap bayangan
Justin di wajah Zayn sedang tersenyum lebar didepannya, dan semuanya akan nyata
kalau Wero benar-benar hamil untuk senyuman itu terbayarkan.
“Kau bilang aku semakin
gemuk?”
Wero berujar cemas pada Zayn. Lelaki itu
mengangguk sembari menelisik wajah ceria Wero yang berubah murung. Gadis itu mulai
berpikir semuanya hambar, tubuhnya yang semakin bertambah gemuk, rasa mual, dan
semuanya itu tidak ada buahnya samasekali. Betapa sulit untuk diungkapkan gadis
itu hanya ingin suatu keajaiban terjadi.
“Wero maaf kata-kataku terlalu menyakitkan.”
Gadis itu terhenyak menyadari Zayn menatapinya.
“Ah tidak, bukan maksudku aku hanya memikirkan
karena apa aku gemuk, mungkin yang salah mengungkapkannya.”
Zayn menaikkan kedua alisnya, sementara dia menatap Wero sedang mengerucutkan
bibirnya sembari menatapi kasir yang telah ramai diantre oleh pelanggannya.
Lelaki itu lantas menatapi gadis yang sama yang dicintainya itu, setidaknya
perasaannya telah tertambat kelain hati. Zayn tersenyum kecut mengingat masa
lalunya yang begitu konyol dengan hubungannya dengan kakak tirinya, bahkan
mencintai gadis yang sama. Dia melirik jam tangannya, kemudian mengusap kecil
tangan gadis didepannya itu. “Untuk
apa membeli kue tadi Wer?” tanya Zayn sambil menaruh kedua tangan dibawah dagunya. “Umm, aaa-aku hanya memesannya Zayn untuk
minggu yang akan datang.” balas gadis itu penuh senyuman, sama seperti yang
Zayn lakukan.
“Acara apa-”
“Lalu kau sendiri?”
Mereka berdua kembali meledakkan tawa ketika sama-sama berbicara dalam waktu
bersamaan. Zayn dan Wero saling tatap dengan tatapan heran satu-sama-lain
kemudian tertawa kembali.
“Kau dulu yang menjawab
pertanyaanku Wer.” ucap lelaki itu sambil menunjuk hidung Wero gemas.
“Aku? Okay baiklah aku
memesan kue untuk hari ulangtahunku nanti. Sekarang kau Zayn kau harus menjawab
pertanyaanku dulu.”
“Ulangtahunmu? Maksudku
aku hanya berjalan-jalan selain itu Mom menyuruh membelikan cupcakes untuknya
kak Weroo.”
Wero semakin tersenyum
antusias sambil membenarkan posisi duduknya.
“Mom? Oh aku sungguh
merindukannya, aku sudah lama tidak keluar rumah dan, dan kau tahu baru
kali ini aku bisa keluar setelah sekian lama disangkar bersama kakakmu.” ucap
Wero mengerling.
“Hei kau curang.” pekik
Zayn keras-keras sambil membuat bibirnya manyun kebawah. Wero menahan tawanya
menyaksikan kelakuan bodoh yang dilakukan adik iparnya itu.
“Baik-baik adik iparku
yang sangat charming ..”
“Sungguh? Aku memang
sudah merasa tampan sejak purbakala.”
“Hey! Kau yang
curang"
Zayn mencubit hidung Wero gemas kemudian membiarkannya mengerucutkan bibir
sampai acara tertawanya selesai. Wero menghentakkan kakinya dilantai seirama
bibirnya yang tertarik ke kiri-dan-kekanan.
“Baik. Kenapa jadi aku
yang antusias menceritakannya ya?” Wero terkekeh.
“Tidak apa aku hanya
menggodamu saja Wer. Maaf aku sekedar ingin tahu, mungkin aku tidak ada dalam
daftar undangan kalau aku tidak menanyakannya padamu kak Wero.”
“Kak Wero? Hahaha.”
“Maksudmu dengan Justin
mengekangmu untuk dirumah sementara dia bekerja di BieberCorp seharian lantas
membiarkanmu hanya diam dirumah, tanpa berbelanja atau apapun?”
“Sungguh? Dia memang
terlihat kejam, tapi aku yakin dia begitu mencintaimu Wero. Mom baik-baik saja
hanya dia sering sekali menanyakan kabar kalian, dan mungkin bayi kalian nanti.
Uhm, Mom begitu mengharapkannya.”
Belum sempat Wero
membantah perkataan Zayn, gadis itu kembali merenung.
*****
Weronika Point Of View
Aku menatap mata lelaki ini jauh menerawang. Tatapannya seperti cemas dan
mengerti keadaanku, seolah mengerti apa yang terjadi. Zayn begitu pengertian,
berbeda dengan Justin. Rasanya seperti tersayat-sayat setiap hariku hanya
dipenuhi dengan bayi, bayi dan bayi. Sementara aku tidak dapat membohongi diri
lagi kalau aku memang tidak bisa memberikannya. Hanya semu, semua yang terjadi
tak pelak hanya semakin membuatku down. Aku tersenyum sederhana pada Zayn
kemudian memutuskan untuk bergegas. “Zayn
aku harus segera pulang, kau bisa berkunjung ke rumah kapanpun kau mau, rumahku
terbuka untukmu dan jangan lupa ajak Mom. Sampaikan kalau aku merindukannya.” “Kau benar tidak apa-apa Wer? Maafkan aku ya.” “Tidak apa adik iparku .. kakak baik-baik
saja.”
Zayn tersenyum sembari
menyipitkan matanya padaku, kemudian aku berjalan keluar setelah mengambil
nota. Lelaki itu kembali ke etalase sementara aku berjalan membawa belanjaan
seperti sebelumnya. Aku dengan susah payah membawanya berjalan, jalanan memang
sangat ramai.
“Astaga!”
Aku menatap belanjaanku yang berserakan
dijalanan. Sementara segera aku memungutinya satu persatu dengan tergesa, tidak
ada waktu sebelum banyak orang menginjaknya secara percuma. “Wero?” ucap seseorang yang suaranya begitu ku
kenal. Aku menengadah. Segera aku berhamburan memeluk lelaki ini, aku begitu
merindukannya. “Justin,
kebetulan sekali kita bertemu disini?” kataku memeluk erat lelaki ini, Justin
melepaskan dekapanku kemudian menatapku tak begitu berarti. Ada yang aneh
dimatanya. Aku melirik jam ditanganku, waktu jam makan siang sedang
berlangsung. “Iya
aku sedang mencari makan, sudah cepat bereskan belanjaanmu.”
Justin
dengan cekatan memunguti belanjaanku yang terserak, sementara aku hanya
menatapnya tanpa dia menatapku. Ada yang aneh dengan Justin, sama seperti aku
bukan siapa-siapa untuknya. Justin menyerahkan dua tas kertas itu padaku lagi,
namun isinya tak begitu rapi, semakin berat dilihat dan semakin berat untuk ku
bawa sendirian. “Terimakasih
Justin.” ucapku sederhana. Justin hanya mengangguk sementara matanya
memperhatikan sekeliling seolah tidak menganggapku ada didepannya. Dia terlihat
mencari seseorang yang begitu penting untuknya.
“Wero? Kau baru sampai disini?” aku menoleh
mendapati Zayn sedang mengunyah kue ditangannya. Dia menatap belanjaan yang
kubawa dengan tatapan kesal lantas begitu saja merebutnya dariku. “Hey-” “Justin?
Kau juga disini? Sedang apa kau? Tidak bekerja? Lalu kenapa diam saja
membiarkan Wero membawa semua ini?”
Justin menoleh menatapi Zayn dengan sengit. Aku menggigit bibir bawahku
sementara tangan Justin ku genggam erat, Justin tidak menggenggam tanganku.
Lelaki itu mengacuhkan Zayn sementara Zayn hanya memaki-maki Justin dengan
wajahnya yang begitu kesal, sambil mengunyah kuenya sangat rakus. Perasaan ku
semakin campur aduk kalau seperti ini, jangan-jangan mereka akan beradu mulut,
bertengkar atau apalah. Justin dan Zayn kakak beradik yang bahkan tidak ada
rasa saling saudara samasekali .. Huft. Mengesalkan. “Wero aku sedang buru-buru.” ucap Justin
tiba-tiba. Aku menengadah, dia mengecup keningku singkat. Justin melepaskan
genggamanku lantas berlari menyeberang kemudian hilang ditelan jutaan manusia
yang juga berjalan. Aku hanya bisa melambaikan tangan menatapinya yang sudah
tidak terlihat.
***** Author Point Of View
Zayn dengan sengit meraih tangan Wero lantas mengajaknya berjalan dengan
acuh-tak-acuh. Raut wajahnya begitu kesal dan berubah begitu melihat Justin.
Dia lantas menghantar gadis itu pulang tanpa percakapan hangat seperti mereka
di cafe tadi. Wero hanya diam dan perasaannya kalut campur aduk, antara Justin
yang seakan menjauh dan Zayn yang tidak begitu diperdulikannya justri begitu
perhatian melebihi Justin yang sekarang.
“Nah sekarang sudah selesai, kau masuk kamar
dan beristirahatlah. Aku akan pulang.” kata Zayn menepukkan kedua tangannya
bergantian menghilangkan debu seusai meletakkan belanjaan Wero didapur. Wero
hanya diam mematung. “Wero
kau tidak dengar?”
Gadis itu lantas meraih tubuh Zayn erat, kemudian airmatanya berjatuhan begitu
saja. Dia terisak sementara lelaki sandarannya itu hanya kebingungan sembari
mencoba menenangkan Wero dengan mengusap punggungnya perlahan-lahan. “Wero maaf kalau aku terlalu kasar-” “Tidak Zayn, ini bukan tentangmu, ini bukan
tentangmu.”
Darah Zayn berdesir
merasakan kesedihan yang begitu mendalam dirasakan Wero. Dia menunggu gadis itu
untuk tenang dengan menopangkan dagu pada puncak kening Wero. Gadis itu semakin
kalut dan perasaannya semakin terhancurkan.
“Zayn aku takut Justin
berubah, aku merasakan dia menjauh Zayn. Dia begitu jauh, tidak seperti
biasanya. Dia membiarkanku bersamamu, dia mengacuhkanku.” ucap Wero sesegukan.
Zayn melepaskan dekapannya kemudian menatap lekat manik mata Wero yang hazel,
seperti milik kakaknya.
Gadis itu mengerjap kemudian menurunkan tangan Zayn yang memegangi wajahnya
tadi. Matanya menyorotkan sepercik harapan dari ucapan emas lelaki itu. Wero
tersenyum sederhana kemudian mengusap sendiri pipinya yang basah.
“Aku harap semua itu
terjadi Zayn. Terimakasih banyak untuk hari ini.”
“Iyaa Wero ini semua tugasku meyakinkanmu
tentang kualitas kakakku yang begitu berbeda kepribadian luar dalamnya denganku
itu, tapi tenanglah Justin bisa dipercaya.”
“Kau ini, aku sedang sedih.”
Wero memejamkan matanya, membiarkan airmatanya semakin deras sementara ibu jari
Zayn mengusapnya dengan lembut. Zayn harus membungkuk untuk meraih wajah Wero.
“Mungkin itu semua hanya perasaanmu Wero.
Hanya perasaanmu saja, tenanglah Justin itu lelaki setia, dia mungkin penat
memikirkan pekerjaannya, tenanglah aku yakin itu hanya sementara ..”
“Tapi -”
“Percayakan padaku Wero, aku tahu kalian
saling mencintai dan hal seperti ini wajar. Kau harus semakin dewasa seperti
Wero yang biasanya juga tidak cengeng.”
“Tidak
apa aku hanya menggodamu saja Wer. Maaf aku sekedar ingin tahu, mungkin aku
tidak ada dalam daftar undangan kalau aku tidak menanyakannya padamu kak Wero.”
“Kak Wero? Hahaha.”
“Maksudmu dengan Justin mengekangmu untuk
dirumah sementara dia bekerja di BieberCorp seharian lantas membiarkanmu hanya
diam dirumah, tanpa berbelanja atau apapun?”
“Sungguh? Dia memang terlihat kejam, tapi aku
yakin dia begitu mencintaimu Wero. Mom baik-baik saja hanya dia sering sekali
menanyakan kabar kalian, dan mungkin bayi kalian nanti. Uhm, Mom begitu mengharapkannya.”
Wero terkekeh melihat Zayn yang memerangahkan bibirnya begitu bodoh lantas
berdiri tegak kembali. Dia mengacak rambut Wero perlahan lantas membiarkannya
memejamkan mata sejenak. Wero menghirup nafasnya dalam-dalam lantas menatap
Zayn yang menunggunya berucap. “Ku
rasa aku butuh bantuanmu untuk minggu depan Zayn. Itupun kalau kau tidak
keberatan.” “Sungguh?
Wero aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu. Tentu saja, aku akan membantumu
mempersiapkannya, tentu saja.” balas Zayn bersemangat. Wero tersenyum. “Baiklah kita akan membuat kejutan spesial
untukku dan Justin. Mau kan membantuku saat aku menelfonmu nanti?” “Dengan senang hati kakak ipar :D”
Wero ikut tertawa
bersama Zayn sambil terus mendengarkan Zayn menggoda Wero untuk tertawa. Dalam
hatinya begitu perih mengetahui kakak yang dianggapnya musuh telah melakukan
hal semena-mena pada gadis yang masih sangat dicintainya, meski hampir Zayn
melupakannya namun Wero menganggapnya tak begitu berarti. Mereka masih saling
cubit hingga suara Wero memekik ketika Zayn membuatnya sangat ceria.
[SKIP-Still Author Point
Of View]
Wero masih bersiap dengan segala kejutannya sementara dia menghias ruang tamu
mereka dengan beberapa waffel waffel mini dengan lumeran coklat leleh
diatasnya. Gaun yang begitu senada dengan warna kulit gadis itu, terlihat
sempurna tanpa make-up papaun, Wero sangat cantik dan membuat senang siapapun
yang melihatnya. Zayn masih sibuk didapur mereka sambil terus membuat saus
untuk hidangan satu jam lagi. Zayn nampak begitu bersemangat dengan terus
mengaduk saus diatas kompor dan panci itu. Wero mengucap pucuk hidungnya gemas
ketika lelaki itu begitu serius dengan pekerjaannya. “Jadi kau sudah menghubungi Justin Wer?” tanya
Zayn sambil mengecilkan api, masih berkonsentrasi pada masakan yang dibuatnya. “Aku sudah menghubunginya lewat pesan, dia
susah sekali untuk ditelfon. Dia pasti datang sebentar lagi, Zayn terimakasih
untuk segalanya, kau bekerja dengan baik membantuku beberapa hari ini.” Lelaki itu menoleh lantas terperangah menatap
gadis didepannya begitu cantik, matanya tidak berkediap membuat Wero kikuk
dibuatnya. Zayn salah menuangkan saus pada piring berikutnya. Wero terkekeh
lantas Zayn terkesiap. “Maaf
maaf Wero kau begitu cantik.” “Kau
lucu Zayn, sudah aku mau ke depan menunggu Justin. Terimakasih ya.” Zayn menatap punggung gadis itu menghilang
menuju ruang tamu, dia melepaskan celemeknya kemudian dengan senyum tanpa arti
menuangkan saus-sausnya. Wero masih seperti dulu tidak menganggapnya berarti
seperti apapun susah payahnya. Dihatinya hanya Justin saja, dan tidak akan ada
yang menggantikan sebelum semuanya berakhir, gumam lelaki itu.
*****
Gadis itu menantikan seseorang yang sangat diharapkannya itu, sementara Zayn
mengintipnya dari dapur sambil memainkan gitarnya disana menatapi gadis yang
dicintainya gelisah menunggu suaminya datang. Zayn terus bernyanyi dalam
senandungnya. Hingga larut dua jam dari waktu yang dinantikan. Sementara itu
ditempat lain ..
Seorang lelaki sedang mengusap lembut kening
seorang gadis lain disampingnya, keduanya masih erat berdua menghabiskan waktu
lemburnya. Dengan bermalas-malasan Carly menengadah pada Justin yang memejamkan
matanya. “Justin,
kau tidak pulang?” ucapnya pada lelaki itu. Justin mengerjapkan matanya
kemudian meneguk botol bir disampingnya hingga habis.
“Cukup Just, cukup kau minum terlalu banyak.”
“Shut up Carly. Aku lelah. Baik aku akan
pulang.”
Gadis itu bangkit dari pangkuan Justin, kemudian membiarkan lelaki itu pergi
begitu saja. Mobil Justin melesat cepat memecah keheningan malam yang tidak
pernah sepi, matanya yang mengantuk dan tubuhnya yang rusak meneguk beberapa
botol bir. Lelaki itu berhasil sampai dimuka rumahnya, dia berjalan
terseok-seok sembari menengok jam pada ponselnya, matanya terkesiap melihat
banyak sekali pesan dari pengirim yang sama, Weronika istrinya. Serta banyak
panggilan tak terjawab, begitu dia terjatuh hampir terkalahkan alhokol yang
diteguknya.
“Keterlaluan. Wero, wero
menungguku didalam.”
Justin menahan sakitnya luar biasa kemudian masuk mendorong pintu rumah itu.
To be continued.
0 comments: