Wednesday, 10 September 2014

0

I HEAR YOUR HEARTBEATS 17

I HEAR YOUR HEARTBEATS 17

*****
Author Point Of View




               Disudut keramaian sebuah jalanan yang mulai dipenuhi manusia itu, pikiran gadis bermata hazel yang begitu paras cantiknya berjalan membawa beberapa tas kertas berisi belanjaannya. Dia nampak begitu bahagia meski sebenarnya pikirannya masih tertuju pada apa yang akan terjadi menuju hari pemeriksaannya nanti. Dia masih berharap-harap cemas sembari memandangi belanjaannya yang begitu berat untuk dibawa seorang wanita.    Matanya menatap sekeliling lantas dengan simpul sederhana dia berjalan memasuki sebuah toko kue dengan nuansa klasik. Wero tersenyum menatap deretan kue-kue lucu terpampang dengan manisnya. Dia meraih etalase lantas berjongkok melihat satu-per-satu dari mereka.    “Manis sekali.” gumamnya sambil menimang sebuah chocolate cupcakes dengan taburan aneka topping berwarna-warni. Wero lantas bangkit berdiri kemudian memanggil waiters cafe sekaligus toko kue itu, lantas mereka berdua sama-sama berjongkok melihat kue pilihan Wero. 

“Yang itu miss!”

 Gadis itu terkesiap begitu menoleh melihat seseorang disampingnya yang juga mengucapkan kalimat yang sama dengannya, lantas dengan senyuman kikuk mereka berdua tersenyum begitu aneh. Lelaki disampingnya membantunya berdiri kemudian mereka saling-pandang hingga masing-masing tertawa renyah.    “Kelihatannya kau begitu bahagia dengan Justin, Wer.” kata lelaki bermata sapphire itu.    “Kau juga nampak semakin bersemangat, aku dengan One Direction akan menjalani beberapa tour dunia. Congratulations Zayn, im so proud of you.”                    Zayn meraih jabatan tangan Wero lantas memampangkan deretan rapi giginya dengan begitu manis, sementara suara dehaman waiters diantara mereka tiba-tiba memecah suasana.    “Ehm, maaf miss berikan saja kuenya untuk nona cantik ini.”   Zayn mengedipkan sebelah matanya pada Wero, gadis itu hanya menggeleng kepalanya. Lelaki ini terlampau baik, meskipun telah banyak tersakiti, gumamnya. Wero lantas tersenyum mengikuti wajah Zayn yang nampak seperti dulu tidak ada yang terubahkan.    “Terimakasih Zayn.” ucap gadis itu setelah Zayn mempersilahkannya duduk. Mereka saling tatap.    “Kau terlihat semakin gemuk Wer. Lihat ini pipimu semakin chubby.”    Wero terkekeh sambil menampis-nampis tangan Zayn yang mencubiti pipinya gemas. Sementara suara tawa mereka nyaring diantara pengunjung lain yang tak begitu memperhatikan mereka berdua. Wero menyimpan semuanya, hatinya tersentuh kembali untuk anaknya. Gadis itu menatap bayangan Justin di wajah Zayn sedang tersenyum lebar didepannya, dan semuanya akan nyata kalau Wero benar-benar hamil untuk senyuman itu terbayarkan.      
“Kau bilang aku semakin gemuk?”
 Wero berujar cemas pada Zayn. Lelaki itu mengangguk sembari menelisik wajah ceria Wero yang berubah murung. Gadis itu mulai berpikir semuanya hambar, tubuhnya yang semakin bertambah gemuk, rasa mual, dan semuanya itu tidak ada buahnya samasekali. Betapa sulit untuk diungkapkan gadis itu hanya ingin suatu keajaiban terjadi.    “Wero maaf kata-kataku terlalu menyakitkan.” Gadis itu terhenyak menyadari Zayn menatapinya.    “Ah tidak, bukan maksudku aku hanya memikirkan karena apa aku gemuk, mungkin yang salah mengungkapkannya.”                    Zayn menaikkan kedua alisnya, sementara dia menatap Wero sedang mengerucutkan bibirnya sembari menatapi kasir yang telah ramai diantre oleh pelanggannya. Lelaki itu lantas menatapi gadis yang sama yang dicintainya itu, setidaknya perasaannya telah tertambat kelain hati. Zayn tersenyum kecut mengingat masa lalunya yang begitu konyol dengan hubungannya dengan kakak tirinya, bahkan mencintai gadis yang sama. Dia melirik jam tangannya, kemudian mengusap kecil tangan gadis didepannya itu.    “Untuk apa membeli kue tadi Wer?” tanya Zayn sambil menaruh kedua tangan dibawah dagunya.    “Umm, aaa-aku hanya memesannya Zayn untuk minggu yang akan datang.” balas gadis itu penuh senyuman, sama seperti yang Zayn lakukan. 
“Acara apa-”
“Lalu kau sendiri?”
               Mereka berdua kembali meledakkan tawa ketika sama-sama berbicara dalam waktu bersamaan. Zayn dan Wero saling tatap dengan tatapan heran satu-sama-lain kemudian tertawa kembali.
“Kau dulu yang menjawab pertanyaanku Wer.” ucap lelaki itu sambil menunjuk hidung Wero gemas.
“Aku? Okay baiklah aku memesan kue untuk hari ulangtahunku nanti. Sekarang kau Zayn kau harus menjawab pertanyaanku dulu.”
“Ulangtahunmu? Maksudku aku hanya berjalan-jalan selain itu Mom menyuruh membelikan cupcakes untuknya kak Weroo.”

Wero semakin tersenyum antusias sambil membenarkan posisi duduknya.

“Mom? Oh aku sungguh merindukannya, aku sudah lama tidak keluar rumah dan, dan kau tahu baru kali ini aku bisa keluar setelah sekian lama disangkar bersama kakakmu.” ucap Wero mengerling.
“Hei kau curang.” pekik Zayn keras-keras sambil membuat bibirnya manyun kebawah. Wero menahan tawanya menyaksikan kelakuan bodoh yang dilakukan adik iparnya itu.
“Baik-baik adik iparku yang sangat charming ..”
“Sungguh? Aku memang sudah merasa tampan sejak purbakala.”
“Hey! Kau yang curang"
            Zayn mencubit hidung Wero gemas kemudian membiarkannya mengerucutkan bibir sampai acara tertawanya selesai. Wero menghentakkan kakinya dilantai seirama bibirnya yang tertarik ke kiri-dan-kekanan.
“Baik. Kenapa jadi aku yang antusias menceritakannya ya?” Wero terkekeh. 
“Tidak apa aku hanya menggodamu saja Wer. Maaf aku sekedar ingin tahu, mungkin aku tidak ada dalam daftar undangan kalau aku tidak menanyakannya padamu kak Wero.”
“Kak Wero? Hahaha.”
“Maksudmu dengan Justin mengekangmu untuk dirumah sementara dia bekerja di BieberCorp seharian lantas membiarkanmu hanya diam dirumah, tanpa berbelanja atau apapun?”
“Sungguh? Dia memang terlihat kejam, tapi aku yakin dia begitu mencintaimu Wero. Mom baik-baik saja hanya dia sering sekali menanyakan kabar kalian, dan mungkin bayi kalian nanti. Uhm, Mom begitu mengharapkannya.”
Belum sempat Wero membantah perkataan Zayn, gadis itu kembali merenung.





*****
Weronika Point Of View




              Aku menatap mata lelaki ini jauh menerawang. Tatapannya seperti cemas dan mengerti keadaanku, seolah mengerti apa yang terjadi. Zayn begitu pengertian, berbeda dengan Justin. Rasanya seperti tersayat-sayat setiap hariku hanya dipenuhi dengan bayi, bayi dan bayi. Sementara aku tidak dapat membohongi diri lagi kalau aku memang tidak bisa memberikannya. Hanya semu, semua yang terjadi tak pelak hanya semakin membuatku down. Aku tersenyum sederhana pada Zayn kemudian memutuskan untuk bergegas.    “Zayn aku harus segera pulang, kau bisa berkunjung ke rumah kapanpun kau mau, rumahku terbuka untukmu dan jangan lupa ajak Mom. Sampaikan kalau aku merindukannya.”    “Kau benar tidak apa-apa Wer? Maafkan aku ya.”    “Tidak apa adik iparku .. kakak baik-baik saja.” 
Zayn tersenyum sembari menyipitkan matanya padaku, kemudian aku berjalan keluar setelah mengambil nota. Lelaki itu kembali ke etalase sementara aku berjalan membawa belanjaan seperti sebelumnya. Aku dengan susah payah membawanya berjalan, jalanan memang sangat ramai.



“Astaga!”



 Aku menatap belanjaanku yang berserakan dijalanan. Sementara segera aku memungutinya satu persatu dengan tergesa, tidak ada waktu sebelum banyak orang menginjaknya secara percuma.    “Wero?” ucap seseorang yang suaranya begitu ku kenal. Aku menengadah. Segera aku berhamburan memeluk lelaki ini, aku begitu merindukannya.    “Justin, kebetulan sekali kita bertemu disini?” kataku memeluk erat lelaki ini, Justin melepaskan dekapanku kemudian menatapku tak begitu berarti. Ada yang aneh dimatanya. Aku melirik jam ditanganku, waktu jam makan siang sedang berlangsung.    “Iya aku sedang mencari makan, sudah cepat bereskan belanjaanmu.”                Justin dengan cekatan memunguti belanjaanku yang terserak, sementara aku hanya menatapnya tanpa dia menatapku. Ada yang aneh dengan Justin, sama seperti aku bukan siapa-siapa untuknya. Justin menyerahkan dua tas kertas itu padaku lagi, namun isinya tak begitu rapi, semakin berat dilihat dan semakin berat untuk ku bawa sendirian.    “Terimakasih Justin.” ucapku sederhana. Justin hanya mengangguk sementara matanya memperhatikan sekeliling seolah tidak menganggapku ada didepannya. Dia terlihat mencari seseorang yang begitu penting untuknya.    “Wero? Kau baru sampai disini?” aku menoleh mendapati Zayn sedang mengunyah kue ditangannya. Dia menatap belanjaan yang kubawa dengan tatapan kesal lantas begitu saja merebutnya dariku.    “Hey-”    “Justin? Kau juga disini? Sedang apa kau? Tidak bekerja? Lalu kenapa diam saja membiarkan Wero membawa semua ini?”                   Justin menoleh menatapi Zayn dengan sengit. Aku menggigit bibir bawahku sementara tangan Justin ku genggam erat, Justin tidak menggenggam tanganku. Lelaki itu mengacuhkan Zayn sementara Zayn hanya memaki-maki Justin dengan wajahnya yang begitu kesal, sambil mengunyah kuenya sangat rakus. Perasaan ku semakin campur aduk kalau seperti ini, jangan-jangan mereka akan beradu mulut, bertengkar atau apalah. Justin dan Zayn kakak beradik yang bahkan tidak ada rasa saling saudara samasekali .. Huft. Mengesalkan.    “Wero aku sedang buru-buru.” ucap Justin tiba-tiba. Aku menengadah, dia mengecup keningku singkat. Justin melepaskan genggamanku lantas berlari menyeberang kemudian hilang ditelan jutaan manusia yang juga berjalan. Aku hanya bisa melambaikan tangan menatapinya yang sudah tidak terlihat. 


  
 *****    Author Point Of View 




               Zayn dengan sengit meraih tangan Wero lantas mengajaknya berjalan dengan acuh-tak-acuh. Raut wajahnya begitu kesal dan berubah begitu melihat Justin. Dia lantas menghantar gadis itu pulang tanpa percakapan hangat seperti mereka di cafe tadi. Wero hanya diam dan perasaannya kalut campur aduk, antara Justin yang seakan menjauh dan Zayn yang tidak begitu diperdulikannya justri begitu perhatian melebihi Justin yang sekarang.    “Nah sekarang sudah selesai, kau masuk kamar dan beristirahatlah. Aku akan pulang.” kata Zayn menepukkan kedua tangannya bergantian menghilangkan debu seusai meletakkan belanjaan Wero didapur. Wero hanya diam mematung.    “Wero kau tidak dengar?”                Gadis itu lantas meraih tubuh Zayn erat, kemudian airmatanya berjatuhan begitu saja. Dia terisak sementara lelaki sandarannya itu hanya kebingungan sembari mencoba menenangkan Wero dengan mengusap punggungnya perlahan-lahan.    “Wero maaf kalau aku terlalu kasar-”    “Tidak Zayn, ini bukan tentangmu, ini bukan tentangmu.” 
Darah Zayn berdesir merasakan kesedihan yang begitu mendalam dirasakan Wero. Dia menunggu gadis itu untuk tenang dengan menopangkan dagu pada puncak kening Wero. Gadis itu semakin kalut dan perasaannya semakin terhancurkan.
“Zayn aku takut Justin berubah, aku merasakan dia menjauh Zayn. Dia begitu jauh, tidak seperti biasanya. Dia membiarkanku bersamamu, dia mengacuhkanku.” ucap Wero sesegukan. Zayn melepaskan dekapannya kemudian menatap lekat manik mata Wero yang hazel, seperti milik kakaknya.
            Gadis itu mengerjap kemudian menurunkan tangan Zayn yang memegangi wajahnya tadi. Matanya menyorotkan sepercik harapan dari ucapan emas lelaki itu. Wero tersenyum sederhana kemudian mengusap sendiri pipinya yang basah. 
“Aku harap semua itu terjadi Zayn. Terimakasih banyak untuk hari ini.”
 “Iyaa Wero ini semua tugasku meyakinkanmu tentang kualitas kakakku yang begitu berbeda kepribadian luar dalamnya denganku itu, tapi tenanglah Justin bisa dipercaya.”    “Kau ini, aku sedang sedih.”

                 Wero memejamkan matanya, membiarkan airmatanya semakin deras sementara ibu jari Zayn mengusapnya dengan lembut. Zayn harus membungkuk untuk meraih wajah Wero.
    “Mungkin itu semua hanya perasaanmu Wero. Hanya perasaanmu saja, tenanglah Justin itu lelaki setia, dia mungkin penat memikirkan pekerjaannya, tenanglah aku yakin itu hanya sementara ..” 
  “Tapi -”
  “Percayakan padaku Wero, aku tahu kalian saling mencintai dan hal seperti ini wajar. Kau harus semakin dewasa seperti Wero yang biasanya juga tidak cengeng.”
    “Tidak apa aku hanya menggodamu saja Wer. Maaf aku sekedar ingin tahu, mungkin aku tidak ada dalam daftar undangan kalau aku tidak menanyakannya padamu kak Wero.”
    “Kak Wero? Hahaha.”
    “Maksudmu dengan Justin mengekangmu untuk dirumah sementara dia bekerja di BieberCorp seharian lantas membiarkanmu hanya diam dirumah, tanpa berbelanja atau apapun?”    “Sungguh? Dia memang terlihat kejam, tapi aku yakin dia begitu mencintaimu Wero. Mom baik-baik saja hanya dia sering sekali menanyakan kabar kalian, dan mungkin bayi kalian nanti. Uhm, Mom begitu mengharapkannya.” 
              Wero terkekeh melihat Zayn yang memerangahkan bibirnya begitu bodoh lantas berdiri tegak kembali. Dia mengacak rambut Wero perlahan lantas membiarkannya memejamkan mata sejenak. Wero menghirup nafasnya dalam-dalam lantas menatap Zayn yang menunggunya berucap.    “Ku rasa aku butuh bantuanmu untuk minggu depan Zayn. Itupun kalau kau tidak keberatan.”    “Sungguh? Wero aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu. Tentu saja, aku akan membantumu mempersiapkannya, tentu saja.” balas Zayn bersemangat. Wero tersenyum.    “Baiklah kita akan membuat kejutan spesial untukku dan Justin. Mau kan membantuku saat aku menelfonmu nanti?”    “Dengan senang hati kakak ipar :D” 

Wero ikut tertawa bersama Zayn sambil terus mendengarkan Zayn menggoda Wero untuk tertawa. Dalam hatinya begitu perih mengetahui kakak yang dianggapnya musuh telah melakukan hal semena-mena pada gadis yang masih sangat dicintainya, meski hampir Zayn melupakannya namun Wero menganggapnya tak begitu berarti. Mereka masih saling cubit hingga suara Wero memekik ketika Zayn membuatnya sangat ceria.




[SKIP-Still Author Point Of View]



                Wero masih bersiap dengan segala kejutannya sementara dia menghias ruang tamu mereka dengan beberapa waffel waffel mini dengan lumeran coklat leleh diatasnya. Gaun yang begitu senada dengan warna kulit gadis itu, terlihat sempurna tanpa make-up papaun, Wero sangat cantik dan membuat senang siapapun yang melihatnya. Zayn masih sibuk didapur mereka sambil terus membuat saus untuk hidangan satu jam lagi. Zayn nampak begitu bersemangat dengan terus mengaduk saus diatas kompor dan panci itu. Wero mengucap pucuk hidungnya gemas ketika lelaki itu begitu serius dengan pekerjaannya.    “Jadi kau sudah menghubungi Justin Wer?” tanya Zayn sambil mengecilkan api, masih berkonsentrasi pada masakan yang dibuatnya.    “Aku sudah menghubunginya lewat pesan, dia susah sekali untuk ditelfon. Dia pasti datang sebentar lagi, Zayn terimakasih untuk segalanya, kau bekerja dengan baik membantuku beberapa hari ini.”    Lelaki itu menoleh lantas terperangah menatap gadis didepannya begitu cantik, matanya tidak berkediap membuat Wero kikuk dibuatnya. Zayn salah menuangkan saus pada piring berikutnya. Wero terkekeh lantas Zayn terkesiap.    “Maaf maaf Wero kau begitu cantik.”    “Kau lucu Zayn, sudah aku mau ke depan menunggu Justin. Terimakasih ya.”    Zayn menatap punggung gadis itu menghilang menuju ruang tamu, dia melepaskan celemeknya kemudian dengan senyum tanpa arti menuangkan saus-sausnya. Wero masih seperti dulu tidak menganggapnya berarti seperti apapun susah payahnya. Dihatinya hanya Justin saja, dan tidak akan ada yang menggantikan sebelum semuanya berakhir, gumam lelaki itu. 




*****




                           Gadis itu menantikan seseorang yang sangat diharapkannya itu, sementara Zayn mengintipnya dari dapur sambil memainkan gitarnya disana menatapi gadis yang dicintainya gelisah menunggu suaminya datang. Zayn terus bernyanyi dalam senandungnya. Hingga larut dua jam dari waktu yang dinantikan. Sementara itu ditempat lain .. 
 Seorang lelaki sedang mengusap lembut kening seorang gadis lain disampingnya, keduanya masih erat berdua menghabiskan waktu lemburnya. Dengan bermalas-malasan Carly menengadah pada Justin yang memejamkan matanya.    “Justin, kau tidak pulang?” ucapnya pada lelaki itu. Justin mengerjapkan matanya kemudian meneguk botol bir disampingnya hingga habis.

    “Cukup Just, cukup kau minum terlalu banyak.”
    “Shut up Carly. Aku lelah. Baik aku akan pulang.”

                Gadis itu bangkit dari pangkuan Justin, kemudian membiarkan lelaki itu pergi begitu saja. Mobil Justin melesat cepat memecah keheningan malam yang tidak pernah sepi, matanya yang mengantuk dan tubuhnya yang rusak meneguk beberapa botol bir. Lelaki itu berhasil sampai dimuka rumahnya, dia berjalan terseok-seok sembari menengok jam pada ponselnya, matanya terkesiap melihat banyak sekali pesan dari pengirim yang sama, Weronika istrinya. Serta banyak panggilan tak terjawab, begitu dia terjatuh hampir terkalahkan alhokol yang diteguknya. 


“Keterlaluan. Wero, wero menungguku didalam.”

Justin menahan sakitnya luar biasa kemudian masuk mendorong pintu rumah itu.





To be continued.

0 comments: