Monday, 8 September 2014

0

I HEAR YOUR HEARTBEATS 1

Posted in , , , , , , , ,
I HEAR YOUR HEARTBEATS
Maincast :
  • Justin Drew Bieber
  • Weronika Mamot
  • Selena Marie Gomez
  • One Direction
  • Dakota Rose Ostrenga
  • Kristen Stewart

Author : Stella D. J. Shanawi @stelldc write on November 4th, 2012. Genre: Romantic. Marriage. Brokenheart. HAPPY READING!



****

               Tahun ajaran baru dimulai dimana aku menjalani akhir kelas di sekolah ini. Senior High School of Louisville yang memang sekolah terfavorit disini, jadi bisa dikagumi juga aku bisa masuk disini dan bergabung ke kelas XII A atau sarang orang-orang berprestasi. Aku bersekolah disini karena ikut Daddy. Yah seperti kebanyakan anak yang broken home itulah, aku terpaksa berpindah sekolah dari Bali ke kota ini untuk berpisah juga dengan Mom. Karena sesuai perjanjian surat cerai Dad and Mom saat usiaku menginjak 17 tahun nanti, aku harus ikut Dad seumur hidupku sampai aku menikah -_- Namanya juga orangtua jalan pikirannya sudah sepanjang itu.
“Permisi.” ucapku saat menemukan sebuah bangku kosong yang mejanya tengah diduduki seseorang.
Gadis berambut hitam lurus itu menoleh kearahku dengan senyuman manis.
“Boleh aku duduk disini?” ujarku penuh kehati-hatian.
“Sure.” jawab gadis itu singkat lantas turun dari duduknya dan menduduki bangku yang lain.
Lama aku mempersiapkan isi tasku untuk pelajaran hari ini, namun sepanjang aku mengutak-atik isi tasku juga gadis tadi sepertinya memperhatikanku juga. Aku menjadi agak canggung melakukannya.
“Aku baru melihatmu.” katanya sambil melipat telapak tangan di dagunya. Memandangku.
“Tentu saja. Aku pindahan dari Indonesia, dan baru satu minggu yang lalu tinggal disini.”
“Pantas saja. Setauku tak ada satupun teman satu angkatan yang belum aku kenali.”
“Kalau begitu, perkenalkan namaku Weronika Mamot. Panggil saja aku Wero.” Aku mengulurkan tanganku padanya dengan susah payah karena bangkunya berjarak satu bangku denganku.
“Okay. Namaku Kristen Stewart. Panggil saja aku Kristen dan aku rasa kita akan berteman baik.”
Aku terkekeh perlahan lantas kembali meneruskan pekerjaanku. Aku rasa Kristen juga orang yang baik, ramah, apalagi dia kelihatan mudah bergaul dengan orang asing. Baru semenit lalu kita berkenalan aku rasa dia sangat friendly sekali hingga aku nyaman berbicara dengannya.

*****
“Lihat lihat.”
“Iya gadis itu cantik sekali ya.”
“Wah dia sangat menggemaskan.”
“Dia anak kelas mana?”
Terdengar banyak anak- anak gadis berbisik pada teman disampingnya sambil menatapku tajam penuh dengan rasa penasaran. Aku bingung sendiri dengan mereka. Jujur aku merasa risih saat diperlakukan semacam ini. Aku jadi tidak tenang harus berjalan sendirian menuju kantin kalau begini caranya.
“Hei Wero!” seseorang menepuk pundakku dari belakang cukup keras hingga mengangetkanku.
“Kristen kau membuat jantungku hampir meledak.” kataku menatap Kristen lembut.
Sementara itu Kristen hanya mengikutiku berjalan dan meniupkan permen karetnya beberapa kali sampai warnanya memutih, meludahkannya dan mengunyah beberapa permen sekaligus.
“Namanya Wero.”
“Siapa namanya tadi? Aku tidak dengar.”
“Werooo – aku menyukai gayamu!”
Kembali lagi di jalan yang berbeda yang aku lalui bersama Kristen terdengar desisan suara anak-anak bahkan ada yang berteriak membicarakanku. Kulirik Kristen yang kini posisinya berjalan menghadap ke belakang sambil terus mengunyah permennya. Aku mengikuti pandangan Kristen. Astaga. Banyak sekali anak-anak sekolah sepanjang koridor yang menatapku dari depan sana hingga di belakangku ini, berpasang-pasang mata memperhatikan ujung rambut hingga ujung kakiku secara seksama.
“Mereka menyukaimu Wero.” kata Kristen lantas memutar badannya menyeimbangi langkahku.
“Kau ini bicara apa. Mungkin saja karena aku anak baru dan aku baru pertama kali melewati koridor ini jadi mereka begitu penasaran siapa aku.” Aku tertunduk malu menyembunyikan perasaan risihku.
“Bukan gadis-gadis itu. Tapi, mereka ..”
Aku mengangkat mukaku melihat empat orang anak laki-laki yang sedang duduk di samping lapangan basket memperhatikanku sambil mengibaskan kaos mereka untuk membuat angin sepoi di tubuh mereka yang terlihat berkeringat. Mereka menatapku penuh dengan rasa kekaguman dan senyum yang tak henti-hentinya menipis. Aku jadi semakin kikuk dan malu.
“Siapa mereka Krist?” tanyaku pelan ikut memperhatikan dan melemparkan senyum pada mereka.
“Mereka itu One Direction. Tim basket dari SHS3  Louisville. Sekolah yang tarafnya dibawah dua sekolah dibawah sekolah kita. Kalau mau kesana dari sini tinggal naik bus satu arah dan sampai.”
Kristen menjelaskan panjang lebar sementara aku terus menatapi keempat mereka. Wajah mereka semua manis, namun pandanganku tertuju pada seorang lagi diantara mereka. Ternyata mereka ada lima orang seperti jumlah pemain tim basket pada umumnya. Tapi yang seorang sedaritadi baru terlihat karena dia duduk, sementara yang lain berdiri.
“Kalau yang barusaja berdiri itu namanya Zayn. Dia kaptennya. Dia yang paling dingin diantara kelimanya.” ucap Kristen seolah menebak apa yang kuperhatikan. Aku terkekeh.
“Lalu dimana tim basket kita?” tanyaku. Kristen lalu menatapku dengan tatapan mencemaskan.
“Sebaiknya jangan sampai kau mengenal mereka, apalagi kapten basketnya.”
“Memangnya kenapa?”
Wero hanya tersenyum lantas menarik tanganku untuk segera berlalu dari kelima anak laki-laki tadi.


*****

               Ternyata Kristen disini tinggal di sebuah apartemen yang tak jauh dari sekolah. Sementara itu arah rumahku juga satu arah dengannya. Kami lantas berjalan bersama sehabis jam pulang sekolah barusaja dimulai. Hitung-hitung lebih erat berkenalan dengannya sambil menunggu jemputan. Kristen sendiri lebih memilih menemaniku, bahkan dia menyuruhku menunggu jemputan di apartementnya. Gadis ini memang baik. Aku masih terus berbicang-bincang dengan Kristen sambil membicarakan kehidupan kami masing-masing, hingga kami terhenti di depan sebuah gedung.
“Bagaimana kalau kau masuk dulu dan menikmati hot chocolate dikamarku?” tawar Kristen ramah.
“Ehmm, kurasa tidak perlu. Orang suruhan Dad akan menjemputku, kau saja yang masuk.”
Kristenpun berjalan menuju kafetaria yang memang terlihat dari luaran apartement, sementara aku menunggu jemputan di bangku luar dekat trotoar yang lengang. Mataku kemudian melihat sebuah mobil sport merah dengan kap terbuka yang dikemudikan oleh seorang lelaki yang berseragam sama dengannya. Hanya saja dia memakai celana, sementara aku memakai rok. Dia melesat dan berhenti di sebuah rumah elite yang hampir mirip sebuah istana dengan sambutan beberapa orang berseragam lengkap seperti nanny-nanny professional. Aku berdecak melihatnya.
“Ada apa Wer?” tiba-tiba Kristen datang dengan menyodorkan satu cup hot chocolate kepadaku.
“Ah tidak, hmmm. Terimakasih ya minumannya.”
Kristen mengangguk dan meneguk habis bagiannya.
“Pasti kau tadi melihat Justin ya.” kata Kristen menebak-nebak sambil melongokkan kepalanya.
“Siapa itu Justin?” tanyaku singkat.
“Kapten tim basket kita yang naik mobil sport merah dan masuk ke istana diseberang jalan.”
Aku terdiam beberapa saat. Berarti lelaki tadi benar satu sekolah denganku, dan tinggal disana.
“Oh, berarti iya Krist. Dia kelihatan sangat glamour tapi manja. Lihat saja nanny-nya banyak sekali.”
“Haha sudah jangan membahas dia, nanti dia tahu. Ayo masuk dulu, menunggunya di dalam saja.”
“Tahu? Wah hebat. Memangnya dia punya six sense?” aku berjalan mengikuti Kristen untuk masuk.
Kami memasuki sebuah lift dan Kristen menekan angka 8 untuk tujuan kami. Dia masih belum menjawab pertanyaanku. Ya aku tahu pertanyaanku memang sangat bodoh, namun aku ingin tahu. Sampai akhirnya lift terbuka dan Kristen mendahuluiku berjalan masuk ke sebuah lorong dan membuka sebuah pintu kamar nomor 112 yang aku yakin itulah kamar pribadi Kristen.
“Entahlah Wero. Memikirkannya membuat aku sedikit diam.” Katanya tiba-tiba. Ternyata sedaritadi Kristen diam memikirkan jawaban pertanyaanku yang sangat bodoh itu. Aku tersenyum singkat dan ikut duduk di springbed bersprei motif bunga sakura ini.

*****

               Kristen mengizinkanku berkeliling apartementnya sementara dia mandi karena hari juga sudah hampir malam, orang suruhan Daddy belum juga menelfonku. Aku jadi cemas kalau-kalau aku tidak bisa pulang. Bagaimana dengan tugas rumahku hari ini? Semua bukunya kan ada dikamarku -_-
Aku mulai berjalan mondar-mandir tak jelas di balkon luar sambil menikmati udara malam yang menembus seragamku yang memang tipis seperti seragam sekolah pada umumnya. Jas biru pelengkap kemeja atasanku tertinggal dirumah, untung saja aku anak baru jadi aku dimaafkan tadi pagi. Ku pandang lurus sebuah bangunan mewah yang dari lobi tadi tertutup pagar, kini dengan jelas terpampang sebuah istana megah dari balik temboknya.
               Sebuah bangunan klasik yang diterangi lampu taman yang temaram dengan sebuah air mancur besar bertuliskan sesuatu yang menyala terang.
“Bieber.” Ejaku perlahan dengan menggunakan teropong bintang yang memang ada di balkon ini.
“Ada apa dengan Justin?” suara Kristen tiba-tiba mengejutkanku hingga aku salah memutar skrup teropongnya. Hampir saja mataku buta karena terangnya lampu yang aku zoom tadi.
“Aku tidak sedang mengeja nama Justin. Aku mengeja tulisan di air mancur itu.”
Kuarahkan jari telunjukku ke istana megah milik orang yang namanya Justin tadi.
“Sudah kubilang jangan mencaritahu tentang dia, apapun itu.” Kata Kristen tegas.
“Ayo sekarang kuantar kau pulang saja Wer.”






****
Posted on facebook http://www.facebook.com/stelladucejingga/notes
2012, repost as have fun. Ini fictionku yang pernah aku post di facebook, dan karena kendala bersekolah di luar kota jadi aku enggak lanjutin ke yang last post so aku repost disini semoga diminati ya :D

0 comments: